Dalam pergaulan Internasional, Negara dengan ekonomi yang kuat selalu ditempatkan dalam "status yang terhormat", disegani dan dihormati. Tengok Singapura yang mungil namun dipuja, Australia yang gersang tapi diperhitungkan, atau China yang otoriter namun "ditakuti". Smua itu adalah gambaran bagaimana ekonomi menjadikan suatu negara "berdarah biru".
Negeriku Indonesia memilih meRevitalisasi diri dari fokus ke pembangunan berubah menomorsatukan demokratisasi. Alam pengekangan di era Soeharto dirubah menjadi Era Reformasi di zaman sekarang. Demokrasi - Demokrasi dan Demokrasi. Biaya yang selangit tidak segan-segan dikeluarkan negara untuk mendapat stempel : Negara Demokrasi. Apakah ini jalur yang benar yang telah dipilih?
Contoh sederhana biaya yang dikeluarkan untuk sekedar mendapat stempel demokrasi adalah pada sebuah daerah Kabupaten X dengan jumlah penduduk (baca: wajib Pilih) sebanyak 300 rb jiwa, untuk mendapatkan seorang Bupati dan Wakil Bupati, KPU setempat mengeluarkan dana sebesar 25 M. Dalam proses pemilihan diikuti minimal 3 (tiga) kandidat yang diurutkan dari pasangan Koruptor saudagar dengan biaya kampanye 15 M (kemudian menjadi pemenang), pasangan pensiunan PNS dukun 10 M (urutan kedua terbanyak) dan pasangan pendeta akademisi 5 M sehingga total biaya yang terserap adalah sebesar 55 M. Biaya tersebut ditambah untuk pengamanan oleh aparat keamanan sebesar 7 M dan biaya pelantikan sebesar 2 M. selama 5 tahun pemerintahan, pasangan koruptor saudagar mencapai BEP (balik modal) pada tahun ketiga sebesar 30 M (dihitung dengan bunga) dan pada dua tahun terakhir memperoleh hasil colek sana colek sini sebesar 20 M. Selama kepemimpinan pasangan koruptor saudagar biaya yang dikeluarkan untuk demonstrasi mahasiswa,LSM dan Masyarakat menghabiskan biaya sebesar 5 M. maka biaya yang telah dikeluarkan untuk stempel demokrasi adalah sebesar 119 M belum terhitung untuk menghasilkan kursi dan jalan-jalan kontraktor politik di legislatif. Angka 119 M apabila dialokasikan untuk pendidikan gratis masyarakat miskin di Kabupaten X yang jumlahnya 30% dari jumlah penduduk maka dalam 15 tahun telah mampu menyekolahkan sampai jenjang perguruan tinggi. atau kalau dipakai untuk membeli lahan pertanian di kabupaten X yang harga per meter bujursangkar hanya 50.000 maka dapat dibeli tanah seluas 2,3 juta meter bujursangkar. pertanyaan yang perlu direnungkan, pantaskah demokrasi dikedepankan dari ekonomi? apa yang dihasilkan dari biaya demokrasi yang demikian tinggi? bagaimana kalo biaya untuk stempel demokrasi dialihkan ke ekonomi yang memungkinan berkorelasi langsung dengan kesejahteraan rakyat? mari kita renungkan bersama.