Hingga tahun 2016, penganggaran menggunakan pendekatan Money Follow Function. Artinya dalam penyusunan anggaran, fungsi menjadi poros utama dalam alokasi anggaran. Hal ini dinilai menciptakan beberapa pemboroson dimana terdapat beberapa fungsi dalam pemerintahan yang tidak prioritas tetap mendapat alokasi anggaran. Prinsip Ambeg Paramarta (Skala Prioritas) menjadi kabur dimana setiap lembaga pemerintahan mengajukan anggaran dan sulit untuk dilakukan filter karena argumen dasarnya dalam alokasi anggaran adalah fungsi.
Pengalaman empiris itu selanjutnya dievaluasi dan membuahkan pendekatan penganggaran dengan prinsip “Money Follow Program”. Pendekatan “Money Follow Program” harus dipahami sebagai alokasi anggaran berdasarkan prioritas-prioritas pembangunan. Penyusunan APBN/APBD 2017, didorong sudah menggunakan pendekatan itu (“Money Follow Program”). Tentunya perubahan pendekatan harus pula dibarengi perubahan “Mind Set” penganggaran.Jika sebelumnya (menggunakan pendekatan “Money Follow Function”), filter pengalokasian anggaran adalah fungsi, Prioritas menjadi kata kunci utama dalam penganggaran “Money Follow Program”. Bagaimana implikasinya?
Selama ini, penganggaran di daerah dimulai dari proses perencanaan dengan urutan RPJMD-Renstra SKPD- Renja SKPD-KUA/PPAS-SE KDH- RKA SKPD - RAPBD - DPA SKPD. Urutan tersebut sangat ideal dalam pendekatan “Money Follow Function”. Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran memegang kendali atas usulan Pagu anggaran setiap tahun. Bagaimana dengan penganggaran dengan pendekatan “Money Follow Program”?. Penulis berpendapat sebagai berikut:
Fungsi VS Prioritas
Fungsi pemerintahan telah sangat jelas termuat dalam peraturan perundangan yang berlaku. Secara jelas dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dengan berbagai perubahan-perubahannya. Daerah tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan fungsi-fungsi lain. Wajar kalau APBD dari Sabang sampai Marauke tidak memiliki varian yang berbeda. Keseragaman menjadi ciri khas dalam penganggaran karena fungsi pemerintahan pastilah sama. Pembeda utama hanya terdapat pada kuantitas rupiah.
Pendekatan “Money Follow Program” tidak demikian. Setiap daerah memiliki prioritas yang tentu berbeda sebagaimana permasalahan di daerah pun berbeda-beda. Sebagai contoh, masalah infrastruktur dan kemiskinan menjadi prioritas utama di Papua. Kamtibmas menjadi prioritas utama di Poso, atau Kesenjangan Sosial di Sulawesi Utara. Varian APBD jika didekati dengan prioritas pembangunan pasti akan berbeda. Dengan demikian maka selayaknya penentuan prioritas harus benar benar mencerminkan kebutuhan riil pembangunan yang paling mendesak (baca;prioritas). Pertanyaan selanjutnya: siapa paling berwenang menetapkan Prioritas Pembangunan Daerah? pemerintah pusat, Kepala Daerah, wakil rakyat atau rakyat itu sendiri?. Belum adanya pengaturan yang lebih teknis tentang hal ini akan menimbulkan perbedaan pengoperasian penganggaran. Salahsatu cara terbaik adalah dengan membuat kajian isu-isu strategis di awal proses penganggaran. Kajian itu selayaknya dikerjakan secara komprehensif di bidang Sosial Budaya, Ekonomi dan Pemerintahan serta Infrastruktur Wilayah. Hasilnya adalah rekomendasi isu-isu strategis dan masalah-masalah pembangunan yang akan diselesaikan dalam tahun penganggaran. Isu-isu strategis tentunya berkaitan erat dengan visi pembangunan daerah dan program prioritas nasional. Hal ini untuk menjamin terciptanya sinkronisasi antara pembangunan daerah dan pusat.
Pengguna Anggaran Vs Penanggungjawab Program
Jika isu-isu strategis beserta rekomendasi program prioritas telah ditetapkan, maka program harus ditetapkan dalam bentuk Keputusan Kepala Daerah. Dalam penetapan Program, penekanan utama adalah menjawab berapa besar kontribusi tahun penganggaran dalam pencapaian visi daerah. Presepsi dalam memandang visi daerah seharusnya sama yaitu memahami visi daerah sebagai agregat dari capaian program. Contoh sederhananya misalkan visi daerah Berdikari dalam ekonomi tahun 2021 adalah penurunan 1.000 KK miskin, maka di tahun penganggaran secara jelas memuat berapa jumlah penduduk miskin yang berkurang.
Hal utama yang berbeda dalam penerapan “Money Follow Program” adalah peran pengguna anggaran. Jika kita memahami pengguna anggaran/Kepala SKPD adalah penanggungjawab utama keberhasilan program kegiatan di SKPD, maka dalam penerapan “Money Follow Program” fokus utamanya adalah keberhasilan program. Ini mengindikasikan bahwa program adalah kerja kolektif. Program Pengentasan Kemiskinan adalah kolektivitas dari OPD pendidikan, Kesehatan, Tenaga Kerja dll. Kepala OPD hanya bertindak sebagai pejabat yang bertanggungjawab atas target program pada OPDnya, tetapi target program (lintas OPD) bukan menjadi tanggungjawabnya. Untuk itu, setiap program harus disertai penanggungjawab program, wewenang Kepala Daerahlah yang menunjuk, bisa dari kepala OPD yang paling dominan dalam program tersebut atau pejabat lain (Sekda, Asisten atau Staf Ahli). Dengan demikian, dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Penetapan Program minimal harus mencantumkan Target Program, Nama Program, Koordinator Program dan OPD-OPD pelaksana Program. Dengan demikian maka tahapan-tahapan penganggaran akan menjadi : RPJMD- Renstra SKPD- Kajian isu strategis - Penetapan Program - Pengorganisasian Program - Renja SKPD-KUA/PPAS-SE KDH- RKA SKPD - RAPBD - DPA SKPD