Bank Indonesia selaku institusi yang memiliki otoritas untuk memelihara kestabilan Rupiah terhadap barang dan jasa dan mata uang negara lain (kurs) sering alpha dalam mendefinisikan Redenominasi secara utuh. Pengertian yang partial akan menyebabkan dampak yang sangat fatal bagi kestabilan perekonomian nasional. Dalam berbagai kesempatan utamanya sosialisasi mengenai redenominasi, definisi redenominasi disederhanakan menjadi penyederhanaan nominal rupiah. Hal tersebut menjadi identik (walaupun jelas berbeda) dengan sanering yang didefinisikan sebagai pemotongan nilai uang. Uang sejumlah 1.000 Rupiah menjadi 1 Rupiah, apakah itu sanering atau redenominasi?, tentu hal ini membingungkan. Untuk itu perlu pendefinisian yang tepat terhadap kebijakan redenominasi agar tidak membingungkan utamanya dikalangan awam dan pelaku pasar.
Apabila pengertian redominasi diberikan secara utuh, maka Redenominasi idealnya didefinisikan secara komprehensif sebagai “sebuah kebijakan di mana pecahan mata uang (Denominasi) disederhanakan nilainya dengan diimbangi oleh penyesuaian nilai harga barang dan jasa”. Sebagai contoh apabila uang sejumlah 1.000 Rupiah dan disederhanakan menjadi 1 Rupiah, maka semua barang dan jasa yang berharga 1.000 Rupiah juga disederhanakan menjadi bernilai 1 Rupiah. Jadi redenominasi adalah kebijakan yang dibuat pada dua sisi yaitu nilai mata uang dan nilai barang dan jasa. Nilai mata uang merupakan nilai yang tertulis dalam label pecahan (denominasi) dan nilai barang dan jasa merupakan harga yang disepakati bersama. Pada kebijakan sanering, ketika nilai mata uang disederhanakan, nilai barang dinyatakan tetap sehingga daya beli masyarakat merosot turunkarena harga barang menjadi sangat mahal.
Presepsi yang salah terhadap redenominasi akan membawa dampak yang sangat fatal bagi perekonomian nasional. Dalam perekonomian “kepercayaan pasar” adalah segalanya. Apabila kebijakan redenominasi dipresepsikan negatif oleh pasar, maka minimal dua bahaya sedang menunggu untuk menyerang perekonomian nasional. Pertama: pelaku pasar mungkin akan berbondong-bondong membeli dollar untuk menjaga nilai uangnya. Hal tersebut tentu akan menghantam kestabilan rupiah sehingga bukan tidak mungkin rupiah akan merosot tajam.
Kedua: Harga barang akan naik tanpa terasa oleh masyarakat karena dengan penyederhanaan menaikan harga 2 sen, secara psikologi tidak berpengruh ke masyarakat luas walaupun nilai 2 sen tersebut sebenarnya adalah 2.000 rupiah. Gelombang kenaikan harga dalam jumlah yang tidak mengganggu psikologi masyarakat secara menyeluruh (jumlahnya kecil versi penyederhanaan mata uang) akan memberi dampak inflasi yang luar biasa. Terutama pada masa akhir transisi redenominasi rupiah.
Untuk itu, Bank Indonesia selayaknya menata aspek psikologi pasar sebaik mungkin. Redenominasi yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi ekonomi dan martabat bangsa harus disosialisasikan sampai ke grass roots. Pendekatan sosialisasi di hotel-hotel berbintang dan pada kalangan terpelajar kiranya dikurangi dan memberikan porsi yang besar untuk kalangan Usaha Kecil Menengah (UKM).
No comments:
Post a Comment