Pertumbuhan ekonomi adalah suatu indicator keberhasilan ekonomi suatu daerah atau Negara. Tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi akan mengindikasikan tinggi rendahnya kemakmuran dan pengangguran serta kemiskinan.
Pada umumnya negara berkembang (developing countries), seperti halnya Indonesia, menekankan tujuan pembangunan pada peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Kenaikan laju pertumbuhan ekonomi tersebut akan menambah output kekayaan suatu masyarakat, sehingga taraf hidup masayarakat dapat ditingkatkan.
Djojohadikusumo (1994), mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional maupun pertumbuhan ekonomi daerah berfokus pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Selanjutnya, Temenggung (1997) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam produk domestik bruto atau produk domestk regional bruto (PDB/PDRB) tanpa memperhatikan apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada bngkat pertumbuhan penduduk, dan apakah perubahan dalam struktur ekonomi (dan struktur masyarakat serta kelembagaan yang menyertainya) berlangsung atau tidak.
Indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya pertumbuhan ekonomi suatu negara/daerah salah satunya adalah Mai Produk Domestik Bruto (PDB) atau nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut Sukimo, (2002) Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian dalam masa satu tahun.
Dernburg (1986) menjelaskan bahwa pengukuran PDB atau PDRB dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan produksi. PDB atau PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wiiayah suatu negara dalam jangka waktu satu tahun. Dalam menghitung PDB atau PDRB dengan pendekatan produksi yang dihitung adalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan. Dengan cara ini dapat dihindarkan berlakunya perhitungan panda.
2. Pendekatan pendapatan. PDB atau PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksud adalah gaji dan upah, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan sebelum di potong pajak langsung.
3. Pendekatan pengeluaran PDB atau PDRB adalah semua komponen pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga dalam bentuk Konsumsi (C), perusahaan dalam bentuk Investasi (I), Pemerintah (G), dan perdagangan luar negeri dalam bentuk Net Ekspor (X-M) biasanya dalam jangka waktu satu tahun.
Kajian pustaka menunjukkan terdapat cukup banyak trend pertumbuhan ekonomi yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima aliran pemikiran (Todaro, 2000), yaitu: (1) model-model pertumbuhan ¬bertahap-linier (linear-stages-of-growth-models), (2) teori dan pola-pola perubahan struktural (the structural change theories and patterens), (3) revolusi ketergantungan internasional (international dependence revolution), (4) kontra revolusi pasar bebas neoklasik (neodassical free-market counterrevolution), dan (5) teori pertumbuhan ekonomi baru atau endogen (new or endogenous theory of economic growth), Dalam kajian ini, hanya dikutip beberapa teori yang langsung terkait dengan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah, sesuai dengan unit analisis dalam penelitian adalah tingkat propinsi, yakni Propinsi Sulawesi Selatan.
Pembahasan tentarg pertumbuhan ekonomi secara sistematis diawali oleh ajaran Adam Smith (1776, dalam Jhingan, 2000). Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan¬Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi stasioner terjadi apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan. Kalaupun ada pengangguran, hal itu bersifat sementara.
Menurut ajaran klasik, pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa. Peranan pemerintah adalah menjamin keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat serta membuat "aturan main" yang memberi kepasban hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi (Jhingan, 2000).
Kewajiban pemerintah menurut ajaran Smith adalah menyediakan prasarana sehingga aktivitas swasta menjadi lancar. Pengusaha perlu mendapat keuntungan yang memadai (tidak hanya sekadar keuntungan minimum) agar dapat mengakumulasi modal dan membuat investasi baru, sehingga dapat menyerap tenaga kerja baru.
Ajaran Smith dan ahli ekonomi klasik;ainnya seperti Ricardo, Malthus, dan Mill meramalkan timbulnya keadaan stasioner pada akhir pemupukan modal. Sekah keuntungan mulai menurun, proses ini akan berlangsung terus sampai keuntungan menjadi nol dan pemupukan modal akan terhenti (Jhingan, 2000).
Timbulnya keadaan stasioner (stationary state) seperti diramalkan Smith dan ahli ekonomi klasik lainnya, dibantah oleh Schumpeter (1961) dengan mengatakan bahwa posisi stasioner tidak akan terjadi karena manusia akan terus melakukan inovasi. Unsur utama pembangunan menurut Schumpeter, terletak pada usaha melakukan kombinasi baru yang di dalamnya terkandung berbagai kemungkinan yang ada dalam keadaan mantap. Kombinasi baru ini muncul dalam bentuk inovasi yang akan membawa kepada pembangunan. Pappas dan Hirschey (1993) juga telah merinci beberapa teori yang menjelaskan mengapa keuntungan (labs bisnis) tidak menjadi nol. Diantara teori tersebut, adalah. teori friksi, teori monopoli, teori inovasi, dan teori kompensasi. Jadi tetap ada kesempatan pembentukan modal untuk mecapai pertumbuhan ekonomi melalui investasi.
Pandangan Smith (1776) dan para pengikut ajaran klasik kemudian dikoreksi pula oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk rrenjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan langsung. Namun demikian, sebagaimana dikemukakan oleh Jhingan (2000) teori Keynes tidak menganalisa masalah-masalah negara terbelakang; sebaliknya, tend ini berkaitan dengan negara kapitalis maju.
Kebijakan fiskal berarti penggunaan pajak, pinjaman masyarakat, pengeluaran masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan stabilisasi atau pembangunan. Analisa Keynes mengenai kebijaksanaan fiskal dapat diterapkan di negara-negara maju untuk menstabilkan laju pertumbuhan, sedangkan dalam konteks negara terbelakang, peranan kebijaksanaan fiscal adalah untuk memacu pertumbuhan modal dan investasi sebagai piranti pembangunan ekonomi (Tarigan, 2005).
Kebijaksanaan moneter dalam analisa Keynes, dipergunakan untuk mengurangi tabungan dan meningkatkan kecenderungan mengkonsumsi, sedangkan yang diperlukan di negara terbelakang adalah mengekang kecenderungan mengkonsurnsi dalam rangka meningkatkan kecenderungan menabung. Nurkse (daiam Jhingan, 2000) mengernukakan bahwa teori umum Keynes condong merugikan tabungan dan menguntungkan pengeluaran. Akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa kendati resep kebijaksanaan Keynesian tidak sepenuhnya berlaku bagi masalah negara terbelakang, namun demikian alai analisa Keynesian sangat bermanfaat untuk memahami perekonomian negara terbelakang (Jhingan, 2000).
Kedua kelompok ini (alran klasik dan Keynesian) tetap mengandalkan mekanisme pasar. Perbedaannya adalah ada yang menginginkan peran pemerintah yang cukup besar tetapi ada pula yang menginginkan peran pemerintah haruslah sekecil mungkin. Walaupun berbeda, kedua kelompok umumnya sependapat bahwa salah satu tugas negara adalah menciptakan distribusi pendapatan yang tidak teda]U pincang (ada kaftan dengan tingkat tabungan dan konsumsi) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mantap den berkelanjutan (Arsyad, 1999). Perbedaan pendapat dari kedua kelompok ini merrunculkan pertanyataan bagaimana signifikansi peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi.
Terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam teori Smith, pandangannya masih banyak yang relevan untuk diterapkan dalam perencanaan pertumbuhan ekonomi wilayah (Ghalib, 2005). Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang dan barang; tidak membuat tarif pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah lain sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut: menjaga keamanan dan ketertiban sehingga relatif aman untuk berusaha; menyediakan berbagai fasilitas dan prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi dengan efisien serta tidak membuat prosedur penanaman modal yang remit; berusaha menciptakan iklim yang kondusif sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di wilayah tersebut. Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, teori Smith akan tumbuh subur pada kondisi pasar sempurna. Kondisi pasar sempurna untuk semua transaksi memang sulit diwujudkan, namun pemerintah daerah hares berusaha untuk membuat kondisi pasar mengarah ke kondisi pasar sempurna. Pemerintah daerah tidak memberi hak monopoli (penjual tunggal) atau monopsoni (pembeli tunggal) kepada pihak swasta atas dasar lisensi, serta informasi tentang pasar disebarluaskan kepada masyarakat (Tadgan, 2005).
Penerus aliran kiasik telah berupaya mengembangkan ajaran klasik dengan membangun model-model pertumbuhan neoklasik. Richardson (2001) mengemukakan bahwa model-model pertumbuhan neoklasik telah digunakan secara luas dalam analisis regional (misalnya, Borts (1960), Borts dan Stein (1964) dan Romana (1965). Namun demikian, beberapa di antara asumsi-asumsi mereka adalah tidak tepat. Asumsi tentang full employment yang terus-menerus, seringkali tidak dapat diterapkan kepada sistem multiregional di mana masalah regional timbul disebabkan oleh perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumber. Juga asumsi persaingan sempurna tidak dapat diterapkan kepada perekonomian ruang (space economy) di mana oligopoli, monopoli murni atau persaingan monopolistik adalah tipe-tipe struktur pasar yang lebih lazim. Model neoklasik menarik perhatian ahli teori ekonomi regional karena model itu mengandung teori tentang mobilitas faktor, di samping teori pertumbuhan. Implikasi dan persaingan sempurna adalah bahwa modal dan tenaga kerja akan berpindah apabila balas-jasa faktor tersebut berbeda-beda.
Teori Neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Tarigan (2005) mengemukakan, bahwa, sama seperh dalam model ekonomi klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebaduasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kestabilan politik. Demikian pula model Neoklasik sangat memerhatikan faktor kemajuan teknik, yang dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal khusus yang perlu dicatat bahwa model Neoklasik mengasumsikan I = S. Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka menyimpan uang kontan dalam jurnlah besar di rumah (bukan di bank) tanpa tujuan khusus, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat.
Paham Neoklasik melihat pecan kemajuan teknologilinovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong terciptanya kreativitas dalam kehidupan masyarakat, agar produktivitas per tenaga kela terus meningkat. Analisis lanjutan dari paham Neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh Keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah tersebut.
Prediksi model neoklasik, bahwa pendapatan per kapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin soma). Prediksi tersebut adalah bedawanan dengan prediksi dari model Harrod-Domar murni di mana, jika syarat-syarat pertumbuhan mantap tidak dipenuhi, akibat yang paling mungkin terjadi adalah semakin bertambah besarnya perbedaan-perbedaan tingkat pertumbuhan regional.
Harrod (1948) dan Domar (1957) yang sepenuhnya memanfaatkan peralatan Keynes untuk membuat model pertumbuhan ekonomi. Model Harrod-Domar melengkapi teori Keynes, di mana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis) sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi-, (1) perekonomian bersifat tertutup, (2) hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan, (3) proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), dan (4) tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut.
g = k = n
di mana: g = Growth (tingkat pertumbuhan output), k = Capital (tingkat pertumbuhan modal), dan n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja.
Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang sating menyeirnbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio modal-Output). Apabila tabungan dan investasi adalah sama (I = S), maka:
1 S S y S/Y s
---- ----- = --- . ---- = ----- = ---
K K y K K/Y v
Agar pertumbuhan tersebut mantap, harus dipenuhi syarat g = n = s/v. Karena s, v, dan n bersifat independen maka dalam perekonomian tertutup, sulit tercapai kondisi pertumbuhan mantap. Untuk perekonomian daerah, Richardson (2001) mengatakan kekakuan di atas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/hasil produksi yang berlebihan dapat diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocoran-kebocoran dalam menyedot output daerah. Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas penuh dan faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Kelebihan tabungan yang tidak terinvestasikan secara lokal dapat disalurkan ke daerah-daerah lain yang tercermin dalam surplus ekspor. Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dan apa yang dapat diserap oleh kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat menyeimbangkan n dan g. Jadi, dalam perekonomian terbuka, persyaratannya menjadi sedikit longgar.
Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur Langan pemerintah. Akan tetapi, kesimpulannya menunjukkah bahwa pemerintah perfu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang (Tarigan, 2005). Hal ini memunculkan pertanyaan bagaimana signifikansi pengaruh kebijaksanaan fiskal pemerintah terhadap perkembangan investasi?
No comments:
Post a Comment