pengunjung yg online

Anda pengunjung ke :

Monday, December 9, 2019

PERBEDAAN CARA MENYUSUN ANGGARAN PADA SEKTOR PUBLIK DAN SEKTOR PRIVATE/SWASTA

Dalam hal apapun, “Perbedaan Cara” banyak dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan kerja dan perbedaan tujuan organisasi. Untuk itu maka dalam membahas perbedaan cara menyusun anggaran pada sector public dan sector private/swasta maka pembahasan kita akan dimulai dengan mengulas perbedaan lingkungan kerja. Artikel ini sendiri telah ditayangkan dalam channel youtube: petualaNg iDe, dapat ditonton disini:  https://youtu.be/RayE70TNCk8
Lingkungan kerja sector publik dicirikan dengan doktrin utama yaitu mensejahterakan rakyat. Apapun tindakan yang diambil, kesemuanya bermuara pada dampak bagi kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sangat berbeda dengan sector private dimana kelanggengan organisasi merupakan indicator utama dalam tindakan pada sector swasta/private. Kelanggengan organisasi dimaknai secara nyata melalui diterimanya secara luas hasil produksi entah itu barang/jasa. Dengan diterimanya produksi di pasar, maka tercipta profit/benefit yang memungkinkan organisasi/perusahaan terus berproduksi dan nilainya semakin tinggi. Lingkungan organisasi terus berinovasi agar mampu bertahan dalam persaingan memperebutkan atau mempertahankan pasar yang ada. Pada sector public/pemerintahan semua sumberdaya diarahkan untuk mencari yang paling efektif mencapai tujuan, sedangkan pada sector swasta selalu memperhatikan bagaimana menggunakan input se efisien mungkin. ……..
Lingkungan kerja sector swasta selalu berfokus pada pangsa pasar atau konsumennya (Consumer Oriented), sedangkan pada sector public, pemerintah tidak membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan, semua warga Negara bersamaan hak dan kedudukannya sehingga sector pemerintah harus mampu mengeluarkan kebijakan secara proporsional, memperhatikan perimbangan2 baik itu wilayah, suku, ras, agama maupun profesi warga negara. Hal tersebut dapat pula dikaitkan bahwa lingkungan kerja sector swasta merupakan pembayar pajak, sedangkan pada sector public lingkungan kerjanya memiliki kewajiban untuk mengelola pajak yang dibayar oleh pihak swasta.
Hal lain tapi sangat penting dalam mempengaruhi “Perbedaan Cara” dalam penyusunan Anggaran adalah tujuan organisasi. Hal ini tentu sudah diketahui bersama dimana sector swasta selalu focus pada profit sedangkan sector pemerintah/public berfokus pada benefit/manfaat. Disinilah titik utama pembeda dalam menyusun anggaran. Sektor swasta akan menyusun anggaran berdasarkan rencana pendapatan yang akan diusahakan. Manajemen perusahaan menjadikan pendapatan sebagai janji manejerial yang harus dipenuhi kepada pemegang saham/stockholder. Jadi pertanyaan dasar saat penyusunan anggaran swasta/private adalah apa yang akan dihasilkan/didapat. Pada Sektor public/pemerintah, hal tersebut setara dengan janji politik kepala daerah kepada masyarakat yang dicerminkan pada komposisi belanja dengan pertanyaan awal: apa yang akan dikerjakan Negara/daerah. Jadi yang disusun pertama pada anggaran sector private adalah jumlah pendapatan, sedangkan pada sector public adalah jumlah belanja.
Setelah menyusun target pendapatan yang diinginkan, maka sector swasta menyusun belanja/biaya yang akan dikeluarkan.Dalam menyusun belanja, sector private sangat lentur karena tidak tunduk pada berbagai aturan/regulasi yang kaku. Aturan utama menyusun biaya/belanja pada sector private adalah harga pasar. Mana yang dapat diperoleh lebih murah dgn standar kualitas yg ditentukan, itu yg diambil.  Karena selisih antara Pendapatan dan Belanja yang semakin besar menunjukan kinerja manejerial, maka sector private sangat memperhatikan rasio pendapatan : Belanja. Apabila dalam belanja terdapat invesatasi jangka panjang yang sangat menggiurkan, maka disusun pembiayaan untuk mendanai investasi, demikian pula dengan profit yang ada, apakah menjadi laba ditahan atau dibagikan sebagai deviden, akan disusun sesuai keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan menjadi bagian dari pembiayaan.
Berbeda dengan sector private, pada sector public/pemerintahan, anggaran disusun berdasarkan urutan yang dimulai dengan menyusun rencana program dan kegiatan yang ada pada sisi belanja. Biasanya rencana dan program telah disusun dalam dokumen perencanaan jangka menengah, sehingga focus dari penyusunnan program dan kegiatan tahunan adalah pada output/outcome dan satuan harga. Setelah itu, tahap selanjutnya adalah menyusun pendapatan. Pada saat penyusunan pendapatan, maka sector pemerintah/public sangat memperhatikan kemampuan masyarakat. Dari potensi pendapatan, maka dianggarkan hanya yang dapat ditagih. Demikian pula dengan besaran tariff yang akan ditetapkan. Dipertimbangkan kondisi makro ekonomi nasional. Setelah belanja dan pendapatan maka  baik surplus, maupun deficit akan disusun anggaran pembiayaan yang intinya adalah berisi anggaran untuk menutupi deficit atau menggunakan/mengalokasikan srplus yang ada.
          Demikian perbedaan cara penyusunan anggaran pada sector public dan sector swasta.

Monday, August 5, 2019

Belajar dari “ORANG KUDUS” (Melawan Dejavu)

Dua nama mencuri perhatian publik pada bulan Juli 2019 ini. Bukan lagi nama yang berkaitan dengan Pilpres (Prabowo-Jokowi) atau terkait perang dagang AS China (Trump-Xi Jinping). Dua nama yang kita bahas dalam artikel ini berbeda, kalau nama-nama tersebut tadi yang mengemuka adalah perbedaan karakter dan prinsip, namun nama yang ini memiliki kesamaan tindakan, siapa mereka? Bukan bunga atau mawar, tapi M Tamzil dan Elly Lasut.
Sebelum kita lanjut, mari samakan frekuensi wawasan kita tentang dua nama ini. M Tamzil pada Jumat, 26 Juli 2019 ini terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh komisi lembaga antirasuah Indonesia (KPK) sedangkan nama Elly Lasut, pada bulan ini seharusnya telah dilantik menjadi Bupati Kabupaten Talaud hasil Pilkada 2018, tetapi tertunda (tidak jadi…?) dilantik, karena adanya  pertimbangan kelayakan yang masih terus dikaji. Terus apa yang menjadi kesamaan tindakan kedua nama tersebut?
1.    Pernah Menjabat Bupati : M Tamzil menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008 sedangkan Elly Lasut menjabat Bupati Talaud periode 2004-2009 dan 2009-2012
2.    Pernah Menjadi Calon Gubernur : Baik M Tamzil maupun Elly Lasut pernah menjadi Calon Gubernur,  M Tamzil berpasangan dengan Abdul Rozaq Rais (adik Amien Rais) menjadi calon gubernur Jawa Tengah tahun 2008 dan dikalahkan oleh pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih.  Sedangkan Elly Engelbert Lasut berpasangan dengan Hendriata Magdashelly Wullur menjadi Calon Gubernur Sulawesi Utara tahun 2010 dan dikalahkan oleh pasangan Sinyo Harry Sarundajang dan Djouhari Kansil.
3.    Bekas Napi Koruptor : M Tamzil pernah mendekam di LP Kedungpane, Semarang. Ia bebas dari LP Kedungpane pada Sabtu, 26 Desember 2015. Tamzil merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan sarana prasarana pendidikan di Kabupaten Kudus tahun 2004. Ia dinyatakan bersalah atas kasus korupsi pengadaan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun 2004. Ia dijatuhi hukuman selama 22 bulan penjara. Elly Lasut mendekam di LP Sukamiskin pada tahun 2011 karena divonis kasus SPPD fiktif tahun 2006-2008 dengan 7 tahun penjara.
4.      4.      Terpilih Kembali Jadi Bupati : Keluar dari penjara, baik Tamzil maupun Elly Lasut terpilih kembali menjadi Bupati. Tamzil berpasangan dengan Hartopo (Top) memenangi Pilkada setelah mengalahkan empat pasangan lainnya. Sedangkan Elly Lasut berpasangan dengan Moktar Arunde Parapaga memenangi Pilkada setelah mengalahkan tiga pasangan lainnya termasuk Patahana Sri Wahyuni MManalip.

Terus…. Apa kaitan judul artikel ini dengan kedua nama tersebut? Apakah kedua orang ini adalah orang kudus? Tentu jauh. M Tamzil adalah Bupati Kudus salah satu Kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini berjarak 51 kilometer dari timur Kota Semarang. Masyarakat Kabupaten ini sungguh istimewa karena dosa apapun yang mereka perbuat, mereka tetap kita sapa: Orang Kudus. Perhelatan politik untuk memilih Pemimpin Daerah (baca: Pilkada) selayaknya memilih orang-orang terbaik. Namun, apa daya, orang kudus menjatuhkan pilihan kepada M Tamzil sebagai “Bupati Kudus”. Tanpa mengenyampingkan keuanggulan karakter lainnya dari pribadi yang bersangkutan, namun stempel Koruptor telah tertancap dalam pribadinya. Gelar negatif yang oleh Orang Kudus dikesampingkan. Kini, dengan ditangkapnya M Tamzil, Bupati Kudus tenyata bukanlah Orang Kudus dalam arti sesungguhnya.
Sejumlah kemiripan yang penulis deskripsikan antara M Tamzil dan Elly Lasut tentu tidaklah sama dengan hitungan statistik yang dapat diprediksi akan terjadi (Forecasting). Elly Lasut hingga tulisan ini belum resmi menjadi Bupati Talaud. Tapi apakah (jika) dilantik tidak akan tersandung hal yang sama? Jangan sampai saatnya nanti Orang Talaud mengalami “dejavu” seperti yang dialami Orang Kudus. Bupati tersandung pada kenistaan yang sama. Sekali koruptor tetap koruptor…… Mari kita belajar dari Orang Kudus. 2020 kita akan memilih kembali Gubernur dan Bupati/Walikota. Say No to Coruptor. Teringatlah kita kalimat masyur dari yakang Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”…….. Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak menghasilkan korup yang mutlak…….. Malunsemahe!!!
Saran Anda Akan Menambah Sejuta Ide Saya