pengunjung yg online

Anda pengunjung ke :

Friday, June 29, 2012

Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter


Di dalam berbagai literatur ekonomi makro, (Dernburg, 1966) maupun ekonomi pembangunan (Jhingan, 2000 dan Todaro, 2000) ditemukan bahwa sasaran kebijaksanaan ekonomi makro serta pembangunan ekonomi, adalah pertumbuhan keluaran yang cepat (rapid growth of output), pemanfaatan penuh tenaga kerja (full employment), stabilitas harga (price stability), dan pemerataan distribusi pendapatan (income distribution). Pendapat lain mengemukakan bahwa tujuan kebijaksanaan ekonomi makro adalah untuk mencapai target tingkat infasi (levels of inflation), pengangguran (unemployment), dan pertumbuhan ekonomi (economic growth), melalui kemampuan pembuat kebijakan mengatur perminataan agregat (Froyen, 1990).
Keadaan perekonomian tidak selalu sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat. Tingkat inflasi yang tinggi, pengangguran, neraca pembayaran luar negeri yang terus menerus defisit merupakan beberapa gejala ekonomi makro yang tidak dikehendaki bangsa manapun di bumi ini. Dalam menghadapi kenyataan seperti ini usaha untuk menghilangkan atau untuk mencegah timbulnya gejala-gejala tersebut diperlukan. Oleh karena masalah tersebut secara langsung menyangkut varlabel-variabel ekonomi agregatif dan lagi hanya dapat diatasi dengan rrengendalikan jalahnya perekonomian sebagai suatu keseluruhan, maka kebijaksanaan yang diperlukan adalah kebijaksanaan ekonomi makro (Soediyono, 1985).
Penentuan tujuan ekonomi makro yang akan dicapai bukanlah merupakan hal yang sulit dan kontroversial. Namun, masalahnya bagaimana memilih cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Terdapat berbagai piranti kebijaksanaan ekonomi makro menyangkut variabel-variabel ekonomi yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan oleh pemerintah, dimana perubahan-perubahannya akan mempengaruhi satu atau beberapa tujuan ekonomi (Wijaya, 2000). Dengan kata lain, kebijaksanaan ekonomi makro adalah tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian dengan maksud agar supaya keadaan perekonomian tidak terlalu menyimpang dari keadaan yang diinginkan (Soediyono, 1985).
Pemerintah memiliki sejumlah instrumen untuk mempengaruhi kegiatan makroekonomi. Instrumen kebijakan merupakan suatu variabel ekonomi yang berada di bawah kontrol pemerintah yang dapat mempengaruhi satu atau lebih sasaran makroekonomi (Samuelson dan Nordhaus, 1996). Dua diantara instrumen kebijakan ekonomi makro meliputi Kebijaksanaan fiskal dan moneter berdampak terhadap permintaan agregat yang selanjutnya mempengaruhi ekonomi makro (Froyen, 1990). Dengan membedakukan atau mengubah kebijakan moneter, fiskal, atau kebijakan yang lain, pemerintah dapat mengendalikan perekonomian menuju ke suatu komposisi output, stabilitas harga, kesempatan kerja, dan perdagangan internasional yang lebih baik (Samuelson dan Nordhaus, 1996; Wijaya, 2000; Sukirno, 2002).
Oleh karena kebijaksanaan moneter meliputi semua tindakan pemerintah yang bertujuan mempengaruhi jalannya perekonomian melatui penambahan atau pengurangan jumlah uang yang beredar, maka variabel instrumen untuk kebijaksanaan moneter adalah jumlah uang beredar, yang biasa juga disebut perawaran uang. Sedangkan variabel instrumen untuk kebijaksanaan fiskal, adalah pajak, transfer pemerintah, dan pengeluaran pemerintah (Soediyono, 1985). Berdasarkan arah perubahan nilal variabel target yang menjadi tujuan kebijaksanaan ekonomi makro, maka kebijakan fiskal atau kebijakan moneter dapat dibedakan atas:
a.    Kebijaksanaan ekspansi, yaitu kebijaksanaan ekonomi makro yang bertujuan untuk memperbesar kegiatan ekonomi dalam perekonomian suatu negara, dan
b.    Kebijaksanaan kontraksi, yaitu kebijaksanaan ekonomi makro yang bertujuan untuk menurunkan kegiatan ekonomi dalam perekonomian.
Kebijaksanaan ekspansi pada umumnya diambil pada masa-masa perekonomian menghadapi banyak pengangguran dan kapasitas produksi nasional belum dalam pemanfaatan penuh. Sebaliknya kebijaksanaan kontraksi pada umumnya dilakukan pada masa-masa perekonomian dalam keadaan overemployment, yaitu keadaan di mana permintaan agregatif melampaui besarnya kapasitas produksi nasional. Keadaan ini pada umumnya ditandai oleh tingkat inflasi yang tinggi. Di samping itu kebijaksanaan kontraksi pada umumnya juga dipakai dalam keadaan di mana perekonomian mengalami defisit neraca pembayaran secara terus menerus (McEachern, 2000).
Baik kebijaksanaan fiskal atau pun kebijaksanaan moneter yang dipergunakan pemerintah dalam mempengaruhi perekonomian, kebijaksanaan ekspansi pada umumnya dapat diharapkan memperoleh hasil berupa meningkatnya pendapatan nasional dan menurunnya tingkat pengangguran. Sebaliknya kebijaksanaan kontraksi pada umumnya diharapkan dapat menurunkan tingkat inflasi dan memperkecil deficit neraca pembayaran luar negeri (Dernburg, 1986).
Kebijakan fiskal meliputi langkah-langkah pemerintah membuat perubahan dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian (Sukirno, 2002). Kebijakan fiskal adalah perubahan besarnya pajak dan/atau pengeluaran pemerintah dengan tujuan menstabilkan harga serta tingkat output maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi (VVijaya, 2000). Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan agregat melalui kebijaksanaan fiskal dengan mengubah pengeluaran pemerintah (goverenment spending) dan tarif pajak (tax rates) (Wonnacott dan Wonnacott, 1986),
Pengeluaran pemerintah (government expenditure) akan berpangaruh pada besarnya konsumsi secara total, bukannya konsumsi peorangan. Perpajakan mengurangi pendapatan, sehingga akan mengurangi pengeluaran perorangan. Selain itu, perpajakan juga mempengaruhi penanaman modal dan output potensial. Dengan demikian, kebijakan fiskal selalu berkibat pada tingkat pengeluaran total dan akhirnya mempengaruhi GNP riel serta laju inflasi (Samuelson dan Nordhaus, 1996).
Di sisi lain, kebijaksanaan moneter adalah salah sate alat untuk mengatur permintaan agregate melalui pengaturan jumlah uang beredar (Wonnacott dan Wonnacott, 1986). Kebijaksanaan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh otoritas moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat (Nopirin, 1998; Sukirno, 2002). Tujuan kebijaksanaan moneter, terutama untuk stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesemapatan kerja, kestabilan harga setts neraca pembayaran internasional yang seirnbang (Nopirin, 1998).
Kebijakan moneter pada prinsipnya dapat dikelopokkan menjadi dua, yaitu pengendalian permintaan (demand management) dan target moneter (monetary targetry). Pengendalian Permintaan dalam kaitannya dengan pengendalian inflasi, misalnya, dilakukan dengan menjaga agar permintaan uang, barang dan jasa dapat dipertahankan pada tingkat yang tidak menderong inflasi (non-inflationary level). Target moneter atau lebih khususnya target jumlah uang beredar atau pengendalian jumlah uang beredar memang merupakan kebijakan moneter murni. Dalam kasus pengendalian harga atau menekan laju inflasi, otoritas moneter dapat mengambil langkah-langkah dibidang moneter yang mampu mengurangi jumlah uang beredar. Kebijakan yang dapat dilakukan antara lain dengan menurunkan jumlah uang primer, menaikkan cadangan wajib (reserve requirements) dan menaikkan suku bunga (Dow dan Saville, 1990).
Instrumen kebijaksanaan moneter, meliputi, instrumen umum: politik pasar terbuka (open market), politik cadangan minimum (reserves requirements), dan politik diskonto (discount policy): Instrumen selektif: margin requirements, pembatasan/penentuan tingkat bunga, moral suasion; pengaturan sistem perbankan serta devaluasi (Froyen, 1990; Insukindro, 1994; Nopirin, 1998).
Kebijakan moneter yang dijalankan oleh bank sentral akan menentukan jumlah uang beredar. Perubahan jumlah uang beredar akan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bank umum, Berta mempengaruhi jumlah pengeluaran untuk barang-barang modal seperti mesin dan bangunan. Dengan demikian, kebijakan moneter berperan penting baik terhadap GNP aktual maupun GNP potensial (Samuelson, dan Nordhaus, 1996).
Andaikan pemerintah bermaksud mempengaruhi perekonomian untuk mencapai target peningkatan pendapatan nasional atau kesempatan kerja penuh melalui kebijkasanaan moneter, maka pemerintah dapat menggunakan variabel instrumen berupa jumlah uang beredar (M) yang dikendalikan melalui politik operasi pasar terbuka (open market operations), politik cadangan minimum (reserves requirements), dan politik diskonto (discount policy); lntrumen selektif margin requirements, pembatasan/penentuan tingkat bunga, moral suasion: pengaturan sistem perbankan serta devaluasi.
Beberapa ahli ekonomi berbeda pendapat dafam penerapan kebijaksanaan fiskal dan moneter. Secara umum terdapat dua kelompok yang memandang kebijaksanaan fiskal dan moneter secara berbeda, yakni kelompok ekonomi Klasik dan kelompok ekonomi Keynesian.
Teori ekonomi klasik pada dasarnya menganggap bahwa sistem harga dalam perekonomian pasar mampu secara otomatis mencapai tingkat kesempatan kerja penuh (full employment} bagi sumber-sumber ekonomi-, kecuali dalam situasi luar biasa; misalnya terjadi perang, kekacauan politik, knsis serta spekulasi. Dalam keadaan normal, bila terjadi penyimpangan maka akan terjadi penyesuaian dalam sistem harga yang akan mengembalikan perekonomian pada keadaan kesempatan kerja penuh bagi sumber-sumber (Ackley, 1986).
Menurut teori ekonomi Klasik bahwa pengangguran sumber-sumber akibat tidak cukupnya pengeluaran untuk membeli output total pada tingkat kesempatan kerja penuh hampir tidak mungkin terjadi. Selanjutnya jika sampai terjadi kekurangan pengeluaran, maka akan terjadi penyesuaian harga-upah hingga penurunan atau kekurangan pengeluaran tak menimbulkan penurunan output, kesempatan kerja dan pendapatan riel (Wijaya, 2000).
Sebaliknya, ekonomi Keynesian menyimpulkan bahwa tingkat output dan pendapatan keseimbangan sangat mungkin sekali terjadi pada tingkat yang kurang atau lebih kedl dari kesempatan kerja penuh. Menurutnya keadaan semac-arn ini merupakan keadaan yang umum terjadi dan mungkin sekali terjadi selama periode waktu cukup lama, sedangkan keadaan dicapainya kesempatan kerja penuh merupakan keadaan khusus. Keynesian mengkritik pendapat klasik bahwa fleksibilitas penyesuaian harga akan mengembalikan pada keadaan kesempatan kerja penuh bila terjadi pengangguran akibat tidak cukup besarnya pengeluaran masyarakat untuk miembeli barang-barang dan jasa-jasa. Menurutnya, kenyataannya harga dan upah bdaklah berubah secara fleksibel sepenuhnya karena berbagai faktor, misalnya faktor institusional di mana serikat pekerja mempertahankan In9kat upah yang berlaku dan mencegah penurunan upah. Struktur pasar juga menyebabkan ketegaran harga produk yang diakibatkan oieh unsur¬unsur mcnopoli dan oligopoli (Mankiw, 1998)-
Sanggahan Keynesian terhadap tesis Klasik bahwa fieksibilitas harga menjamin tercapainya tingkat output kesempatan ke6a penuh, didasarkan pada ungkapan premix bahwa keseimbangan antara investasi dan tabungan mungkin terjadi pada tingkat output kurang dari kesempatan kerja penuh. Hal ini karena investasi dan tabungan diputuskan dan dilakukan oleh kelompok masyarakat berlainan serta dengan motif berbeda pula (Keynes, 1936).
Teori ekonomi Klasik tertumpu dan bertopang pada kepercayaan berlakunya Hukum Say yang secara sederhana menyatakan, bahwa setiap kegiatan memproduksi akan menciptakan sejumlah pendapatan yang besarnya tepat sama dengan nilai produk yang dihasilkan. Jadi setiap produksi output secara otonnatis akan menciptakan pengeluaran yang berasal dari pendapatan yang ditimbulkannya, hingga semua output yang dihasilkan akan habis laku terjual di pasar. Secara ringkas dan populer dinyatakan bahwa "Penawaran menciptakan permintaannya sendiri". Hukum ini benar dan berlaku sepenuhnya dalam perekonomian barter. Dalam perekonomian modern di mana pertukaran dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan uang, bekerjanya skenario hukurn Say agak terganggu bila penerima pendapatan tidak membelanjakan semua pendapatan uang yang diterima. Tabungan bisa dipertimbangkan sebagai “kebocoran” dalam aliran pendapatan-pengeluaran. Tabungan merupakan penarikan dana keluar dari aliran pendapatan yang akan menyebabkan pengeluaran konsumsi menjadi lebih kecil daripada Mai output total. Adanya barang yang tidak habis terjual mengakibatkan penurunan produksi, pengangguran dan penurunan pendapatan (Wijaya, 2000)-
Ekonomi Klasik mengemukakan bahwa meskipun tabungan mungkin menyebabkan penurunan pengeluaran, namun setiap tabungan akan diinvestasikan oleh sektor bisnis dan pengeluaran ini akan menghilangkan atau mengimbangi penurunan pengeluaran konsumsi akibat adanya tabungan hingga tidak terjadi penurunan output total. Teori Klasik menyatakan bahwa pasar uang akan menjamin kesamaan antara besarnya rencana tabungan dan rencana investasi pada tingkat kesempatan kerja penuh. Suku bunga yaitu harga yang harus dibayar untuk penggunaan uang akan menjamin bahwa kebocoran tabungan keluar dari aliran pendapatan¬pengeluaran secara otomatis akan dibelanjakan oleh sektor bisnis sebagai investasi (Wijaya, 2000).
Logika kesamaan antara besarnya rencana tabungan dan investasi secara sederhana adalah sebagai berikut. Sektor rurnah tahgga atau perorangan umumnya lebih senang mengkonsumsi daripada menabung karna konsumsi barang-barang dapat memuaskan kebutuhan manusia sedangkan tabungan berupa uang tidak bisa. Karma itu mereka bersedia menabung bila diberikan bunga sebagai imbalan bagi pengherratarnya. Semakin bnggi tingkat suku bunga maka semakin besar tabungan, hingga kurva tabungan yang dapat disebut sebagai penawaran berlereng menanjak. Di pihak lain, sektor bisnis bersedia membayar bunga untuk menggunakan dana tabungan guna membiayai penggantian atau perluasan pabrik serta peralatan produksi mereka. Bagi mereka bunga merupakan biaya yang hares dibayar. Karma itu mereka akan meminjam dan menginvestasikan lebih banyak bila tingkat suku bunga rendah, dan begitu sebaliknya. Jadi investasi atau kurva permintaan akan dana berlereng menurun (Dernburg, 1986).
Menurut teori ekonomi Klasik, pasar uanglah yang menentukan harga keseimbangan penggunaan uang yaitu tingkat suku bunga. Tabungan yang merupakan hasil penghematan tidak akan menurunkan pengeluaran dan selanjutnya menurunkan produksi total serta menimbulkan pengangguran sumber-sumber karena hal ini akan menggeser kurva tabungan ke kanan. Untuk sementara mungkin teladi pengangguran karena tabungan lebih besar daripada investasi, namun hal ini akan menurunkan tingkat suku bunga keseimbangan. Tingkat suku bunga yang lebih rendah mendorong sektor bisnis mengadakan investasi lebih banyak hingga besarnya tabungan kembali sama dengan investasi Dengan demikian pengeluaran total tidak mengalami perubahan (Ackley, 1986).
Teori ekonomi Klasik mengemukakan argumen bahwa fleksibilitas harga-upah akan menjamin tercapainya kesempatan kerja penuh. Output total yang diproduksi oleh dunia usaha tak hanya tergantung pada tingkat pengeluaran total, tetapi juga pada tingkat harga produk. Walaupun pasar uang yang dicerminkan oleh suku bunga, gagal menyamakan investasi dan tabungan pada tingkat output kesempatan kerja penuh tetapi penurunan atau tidak cukupnya pengetuaran total akan diimbangi oleh penurunan harga secara proporsional (Ackley, 1986).
Menurut teori ekonomi Klasik, fleksibilitas harga-upah semacam inilah yang akan terjadi, dan persaingan akan menjamin terjadinya penurunan harga. Penurunan permintaan secara umum menyebabkan para produsen bersaing menurunkan harga dan melemparkan kelebihan produksi ke pasar. Penurunan harga selanjutnya akan menaikkan kemampuan masyarakat untuk memperoleh atau membeli barang-barang dan jasa-jasa (Wijaya, 2000).
Di sisi lain penurunan harga output menyebabkan harga-harga sumber termasuk tingkah upah memungkinkan sektor bisnis bekerja secara menguntungkan. Di pasar tenaga kerja, penurunan pengeluaran masyarakat tercermin dalam penurunan permintaan akan sumber-sumber termasuk permintaan akan tenaga kerja yang menyebabkan surplus tenaga kerja. Ini pada gilirannya menyebabkan penurunan tingkat upah. Bagi para pengusaha akan menguntungkan untuk mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja (McConnel dan Brue, 1990). Persaingan akan memaksa para pekerja menerima upah yang lebih rendah dan penurunan upah akan terus berlangsung sampai perusahaan¬perusahaan dapat memperoleh keuntungan dengan mempekelakan mereka. Karena itu, ekonomi Klasik menyatakan bahwa pengangguran "terpaksa" tidak mungkin terjadi namun diakui mungkin terjadi pengangguran sukarela di mana para pekerja tidak bersedia bekela pada, tingkat upah pasar yang berlaku (VVijaya, 2000).
Kesimpulan teori Klasik menyatakan bahwa penyesuaian dalam sistem harga berupa fluktuasi tingkat suku bunga dan fleksibilitas harga¬upah memungkinkan perekonomian pasar mampu sepenuhnya mempertahankan tingkat kesempatan kern penuh secara otomatis. Campur tangan berupa kebijakan pemerintah tidak diperlukan dan bahkan akan memperburuk keadaan.
Kesimpulan utama teori Klasik bertentangan dan dibantah oleh teori Keynesian. Menurut Keynesian bahwa dalam perekonomian sistem pasar tak ada mekanisme yang dapat menjamin tercapainya tingkat output total kesempatan kerja penuh. Perekonomian mungkin berada pada tingkat output kes6mbangan di mana terjadi atau terdapat cukup banyak pengangguran sumber-sumber ekonomi atau di mana terdapat inflasi cukup tinggi. Sedangkan keadaan kesempatan kerja penuh dengan tingkat harga stabil merupakan suatu hall khusus. Menurutnya, depresi dan pengangguran bukan disebabkan oleh hal-hal atau faktor-faktor ekstemal seperti keadaan peperangan, kekeringan dan bencana alam yang lain; meskipun hal-hal inipun juga bisa mempengaruhi; tetapi lebih banyak disebabkan oleh kegagalan dalam pengambilan keputusan ekonomi fundamental berupa keputusan tabungan dan investasi yang harus sepenuhnya sinkron dafam suatu perekonomian pasar. Kritik Keynesian atas teori Klasik terpusat pada hubungan antara investasi dan tabungan serta pada fieksibilftas harga-upah (Miller dan Shade, 1990).
Teori Keynesian menolak hokum Say yang menyatakan kemampuan fiuktuasi tingkat suku bunga mensinkronisasikan rencana tabungan oleh sektor rumah tangga dan rencana investasi oleh sektor bisnis. Meskipun perekonomian pasar modern dilengkapi dengan pasar uang dan pasar modal yang cukup komplek dan memadai, tak ads mekanisme yang menghubungkan secara langsung antara rencana tabungan dan investasi. Ekonomi Klasik menganggap baik rencana tabungan maupun rencana investasi tergantung atau dipengaruhi oleh sektor rumah tangga, yang akan menaikkan tabungannya pada tingkat suku bunga lebih tinggi, dan sebaliknya sektor bisnis akan mengadakan investasi lebih banyak bila tingkat suku bunga rendah. Teori Keynesian menolak hal ini berdasarkan dua alasan. Panama, tabungan dan investasi dilakukan oleh dua kelompok masyarakat berbeda dan, keduanya dilakukan dengan alasan atau motif berbeda. Di samping itu peranan saldo uang tunai yang dipegang oleh masyarakat serta peranan bank sebagai pensupplai dana pinjaman memperlemah tesis pasar uang versi Klasik (Froyen, 1998).
Meskipun pemerintah bisa melakukan tabungan maupun investasi, na.un di sini kegiatan pemerintah dianggap tak ads dan diabaikan. Perusahaan perseroan mengadakan sebagian besar investasi di samping juga oleh perusahaan-perusahaan perorangan. Sementara itu perorangan dan rumah tangga mengadakan tabungan. Memang benar perusahaan¬perusahaan besarpun mengadakan tabungan berupa keuntungan tak dibagikan serta cadangan investasi yang mereka lakukan.
Suku bunga bdaklah merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tabungan dan investasi (Dernburg, 1986). Tabungan dipengaruhi oleh banyak pertimbangan, diantaranya adalah
a.    Untuk dapat membeli dalam jumlah lebih banyak dengan harga lebih murah; atau untuk membayar uang muka pembayaran kredit pembelian rumah, kendaraan bermotor, atau alat-alat elktronika;
b.    Untuk berjaga-jaga akan kebutuhan di masa depan untuk diri maupun keluarganya terhadap kebutuhan tak terduga, atau untuk membiayai kebutuhan pendidikan di universitas bagi anaknya seperti misalnya pembayaran asuransi pendidikan; atau
c.    Merupakan kebiasaan saja tanpa tujuan spesifik tertentu. Tabungan bisa juga bersifat institusional.
Temyata beberapa faktor tersebut di atas tidak berhubungan ataupun sensitif terhadap tingkat suku bunga. Tetapi menurut Keynesian, tabungan terutama ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi berarti tingkat tabungan lebih besar. Bila tingkat pendapatan rendah, rumah tangga tak bisa menabung atau hanya menabung sedikit karena is hares membelanjakan semua atau sebagian besar pendapatannya untuk memelihara tingkat kehidupan tertentu. Pada tingkat pendapatan lebih tinggi, konsurnsi dan tabungan akan lebih besar (Dernburg, 1986).
Dilihat dari sisi investasi, menurut Keynesian, banyak faktor yang mempengaruhinya, di samping suku bunga. Memang suku bunga merupakan faktor cukup penting yang mempengaruhi keputusan investasi karena ini merupakan biaya untuk menggunakan dana, tetapi ads faktor¬faktor penting lain yang mempengaruhinya. Situasi depresi atau kelesuan kegiatan ekonomi menciptakan ekspektasi keuntungan bisms yang kurang menggembirakan hingga menyebabkan rendahnya investasi meskipun tingkat suku bunga rendah (Ackley, 1986).
Preposisi teori Klasik mengenai pasar uang yang menyatakan tabungan dan investasi merupakan dua faktor yang menentukan tingkat suku bunga temyata mengabaikan variabel atau faktor saldo uang tunai milik masyarakat serta bank-bank yang juga dapat menawarkan dana pinjaman di pasar uang. Hal ini menyebabkan tingkat suku bunga keseimbangan bukanlah merupakan tingkat suku bunga pada perpotongan antara kurva tabungan dan investasi.
Teori Keynesian menentang adanya fleksibilitas atau penyesuaian harga-upah yang akan menghliangkan pengangguran sumber-sumber akibat adanya penurunan pengeluaran total berdasarkan argumen, bahwa harga dan upah di pasar tidak sepenuhnya fleksibel seperti terjadi pada pasar persaingan murni, namun kenyataannya terdapat ketegaran harga-upah akibat adanya kekuatan-kekuatan monopoli atau oligopoli di pasar, serta fakux-faktor institusional lainnya baik di pasar produk maupun di pasar fakto-r-faktor produksi. Penetapan upah minimum oleh pemerintah dan atau dipertahankan oleh serikat pekerja merupakan salah sate contoh ketegaran d pasar faktor tenaga kerja. Jadi disimpulkan bahwa ketegaran harga-upah lee bawah bdak dapat menghilangkan pengangguran akibat penurunan pengeluaran total masyarakat. Selanjutnya, meskipun harga-upah fleksibel namun hal ini diragukan dapat menghilangkan pengangguran karena penurunan harga-upah berarti penurunan pendapatan uang yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan pendapatan total, hingga tak ada perubahan atau kenalkan output dan tingkat pengangguran total.
Kesimpulan teori ekonomi Keynesian bahwa pemerintah perlu mengambil langkah kebijaksanaan pengendalian perekonomian untuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam perekonomian, berupa kebijaksanaan fiskal dan atau kebijaksanaan moneter. Namun demikian, Keynesian lebih menyenangi kebijakan fiskal karena is mempunyai impak stabilisasi ekonomi secara langsung, sedangkan impak kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi atau tingkat pendapatan menurutnya cukup panjang dan tak langsung.
Kerangka teori dan kebijakan ekonomi makro Keynesian mengundang kritik dan tantangan dari kelompok Monetarisme. Meskipun termasuk dalam jalur paham ekonomi Klasik tentang peranan uang dalam ekonomi makro, namun kesimpulan dan kebijakan yang disarankan oleh Monetarisme modem berbeda dengan apa yang disimpulkan dan disarankan oleh ekonomi Klasik. Dibandingkan dengan Keynesian, Monetarisme, modern menekankan peranan sentral "uang" dalam kehidupan ekonomi makro, sementara ekonomi Keynesian menekankan pada kebijakan fiskal untuk mempengaruhi kehidupan ekonomi makro (Mankiw, 1998).
Monetarisme lebih menekankan pada peranan sentral "uang" yang mempengaruhi kehidupan ekonomi rnakro. Secara eksplisit dinyatakan penawaran uanglah yang merupakan faktor penentu utama perubahan pendapatan nasional dalam jangka pendek, sementara dalam jangka panjang jumlah uang beredar merupakan faktor utama penentu tingkat harga. Meskipun Monetarisme sangat menekankan peranan uang dalam kehidupan ekonomi makro tetapi is tidak menyarankan dilakukan penarnbahan atau pengurangan jumlah uang beredar lewat kebijakan uang ketat ataupun uang longgar menurut situasi yang diperkirakan, tetapi lebih menekankan pada kebijakan moneter "pedoman tetap" (fixed rule), bempa kebijakan pertambahan uang sebesar persentase tetap tertentu sebesar pertumbuhan pendapstan nasional riel (Hall dan Taylor, 1988).
Pendekatan atau paham Monetarisme modern berkembang dan menentang kesimpulan-kesimpulan serta saran-saran kebijakan yang dikemukakan ortodoksi ekonomi Keynesian yang menekankan pada kebijakan fiskal dalam manajemen kegiatan ekonomi makro. Sebaliknya pendekatan paham Monetarisme menekankan pada pentingnya uang dalam penentuan PDB nominal dalam jangka pendek dan penentuan tingkat harga dalam jangka panjang. Kerangka analisisnya adalah persamaan pertukaran kuanfitas dengan mendasarkan pada analisis trend velositas. Velositas dianggap dan diyakini konstan dan ini merupakan tumpuan dasar pembenaran kesimpulan serta saran kebijakan.
Keynesian berpendapat bahwa sistem ekonomi yang didasarkan pada mekanisme pasar bebas mengandung kelemahan-kelemahan dalam kesimpulannya untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang optimal dan ditunjukkan oleh gejala "kegagalan pasar" akibat adanya barang publik dan pasar monopoli. Di samping itu secara ekonomi makro mekanisme pasar tidak menjamin stabilitas ekonomi. Seperti telah diketahui ketidakseimbangan antara mncana investasi dan rencana tabungan mengakibatkan Puktuasi kegiatan ekonomi yang menimbulkan inflasi atau pengangguran. Menurutnya pemerintah, dapat berperan positif menstabilkan melalui kebijakan fiskal-monster.
Keynesian lebih menyenangi kebijakan fiskal karena ia mempunyai impale stabilisasi ekonomi secara langsung. Di samping itu manipulasi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi mikro berupa alokasi sumber lebih efisien dan distribusi pendapatan lebih merata. Sementara itu kebijakan monster berupa manipulasi jumlah uang beredar mempunyai efek ekonomis, secara umum dan tale langsung (Sachs dan Larrain, 1993).
Sebaliknya Monetarisme mempunyai orientasi condong kepada bedakunya sistem mekanisme persaingan pasar bebas karena sistem ini secara otorrabs akan mengalokasikan sumber-sumber secara efisien. Menurutnya, campur Langan pemerintah di bidang perekonomian hanya akan rnenghasilkan distorsi alokasi sumber-sumber ekonomi yang tak efisien serta menghambat bekerjanya rangsangan di sektor ekonomi swasta. Karenanya pemerintah harus berusaha menghilangkan ketegaran harga dan upah agar mekanisme pasar bekerja sepenuhnya (Sachs dan Larrain, 1993).
Menurut Keynesian, pemerintah dapat berperan menstabilkan ekonomi akibat tak stabilnya pengeluaran investasi swasta. Sementara itu Monetarisme berpendapat sebaliknya yaitu pemerintah justru menciptakan ketegaran harga maupun upah yang memperlemah kemampuan sistem harga dan menyumbang pada ketidakstabilan tingkat kegiatan ekonomi.
Keynesianmenitai peranan uang tidak penting daiam kegiatan ekonomi makro. Hal ini karena mekanisme transmisi impak kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi atau tingkat pendapatan menurutnya cukup panjang dan tak langsung. Kebijakan moneter bisa berupa kebijakan uang ketat maupun kebijakan uang mudah. Menurut Keynesian, terdapat banyak rantai hubungan sebab-akibat yang tak pasti dari kebijakan moneter yang diambil terhadap tingkat kegiatan ekonomi, dibandingkan dengan impak kebijakan fiskal yang bersifat langsung. Impak kebijakan uang mudah berupa penurunan ketentuan nisbah cadangan wajib minimum mungkin tidak efektif jika bank-bank umum tidak bersedia memberikan pinjaman sepenuhnya seperti yang dimungkinkan oleh ketentuan tersebut atau bila masyarakat tidak bersedia meminjam sebanyak jumlah maksimum yang dimungkinkan hingga penambahan penawaran uang tak bisa terealisasi sepenuhnya. Di samping itu kurva permintaan investasi mungkin mempunyai lereng curam atau landai. Bila lerengnya curam maka pengaruh perubahan suku bunga akibat perubahan penawaran uang akan tidak berpengaruh terhadap pengeluaran investasi (Ackley, 1986).
Sebaliknya Monetarisme percaya uang serta kebijakan moneter merupakan faktor terpenting yang menentukan tingkat kegiatan ekonomi diukur dan dinyatakan dengan tingkat output, kesempatan kerja dan tingkat harga. Mereka percaya rantai transmisi impak kebijakan moneter terhadap tingkat kegiatan ekonomi adalah secara langsung dan pendek serta cukup pasti.
Debat antara Monetarisme dan Keynesian mencakup preferensi kebijakan fiskal atau kebijakan moneter sebagai kebijakan utama stabilisasi kegiatan ekonomi. Keynesian seperti telah dijelaskan sebelumnya, lebih menekankan pada kebijakan fiskal karena kebijakan ini lebih efektif daripada kebijakan moneter. Hal ini karena kebijakan fiskal berupa perubahan pengeluaran pemerintah secara langsung mempengaruhi dan merupakan salah satu komponen perrnintaan atau pengeluaran agregatif. Dernikian pula dengan perubahan pajak yang akan langsung mempengaruhi pengeluaran konsumsi. Di samping itu kebijakan fiskal dapat pula digunakan, selain untuk tujuan stabilisasi ekonomi, untuk mencapai tujuan pemerataan pendapatan. Sementara itu .kebijakan moneter, menurut Keynesian, impaknya tak langsung dan bersifat umum keseluruhan (Froyen, 1990).
Monetarisme tidak menganjurkan kebijakan moneter dan tidak menyukai kebijakan fiskal karena kebijakan fiskal misalnya berupa kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan tak efisiennya alokasi sumber di mana akan terlalu banyak barang publik diproduksi yang mungkin bisa dilakukan oleh sektor swasta secara lebih efisien melalui mekanisme harga pasar.
Meskipun Monetarisme lebih menyenangi kebijakan moneter karena mereka berpendapat bahwa penawaran uang merupakan faktor terpenting utama yang menentukan tingkat pendapatan, namun mereka tidak menganjurkan dilaksanakannya kebijakan moneter berupa kebijakan uang ketat ataupun kebijakan uang mudah bilamana perekonomian mengalarni resesi atau inflasi sebagai slat kebijakan stabilisasi kegiatan ekonomi. Ketidakstabilan ekonomi, menurutnya, lebih banyak disebabkan oleh mismanajemen moneter atau manipulasi yang salah atas jumlah uang beredar (Wijaya, 2000).
Kaum Monetarisme sampai pada kesimpulan pokok yang sederhana yaitu otodta moneter janganlah menstabilkan suku bunga, tetapi supaya menstabilkan laju pertumbuhan penawaran uang. Bahkan secara spesifik Friedman menyarankan suatu pedoman moneter, yaitu agar jumlah uang beredar ditambah setiap tahun sebesar laju pertambahan sama dengan laju pertumbuhan ekonomi atau PDB del.
Perdebatan ke)ompok ekonomi Klasik, Keynesian, dan moneterisme, perlu ditelusuri dan dikaji secara empirik. Akan tetapi, karena penelitian ini dilaksanakan pada tingkat daerah propinsi, maka tentu saja beberapa instrumen kebijaksanaan fiskal dan moneter tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya di tingkat propinsi. Dengan alasan tersebut, maka penelitian ini difokuskan pada pengaruh pengeluaran pemerintah, tingkat bunga terhadap pertumbuhan ekonomi
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda :

No comments:

Saran Anda Akan Menambah Sejuta Ide Saya